Selain karbohidrat, protein, dan lemak, buah sukun juga mengandung vitamin B1, B2, dan vitamin C, serta mineral (kalsium, fosfor, dan zat besi). Kandungan air dalam buah sukun cukup tinggi, yaitu sekitar 69,3 %.
Daun sukun tua yang berwarna kuning dapat digunakan sebagai minuman obat darah tinggi dan kencing manis, karena daun sukun mengandung phenol quercetin dan champarol, getah sukun juga dapat dimanfaatkan sebagai lem kayu untuk pembuatan perahu atau tong kayu.
Kayu sukun juga bisa digunakan sebagai bahan bangunan dan furniture, karena kayu sukun tahan terhadap serangan rayap dan buahnya dapat dikonsumsi sebagai makanan sumber karbohidrat, akan tetapi permanfaatannya kurang maksimal hanya sebatas bentuk gorengan atau direbus.
Sukun dapat diolah menjadi bahan setengah jadi yang mempunyai daya simpan yang lebih panjang, misalnya dalam bentuk tepung yang lebih tahan lama, mudah diangkut dan disimpan serta lebih fleksibel penggunaannya.
Tepung sukun dapat diolah menjadi berbagai panganan yang lezat dan bergizi. Pengolahan tepung sukun dapat dilakukan 2 cara :
1. Sukun diparut lalu dikeringkan.
2. Sukun dibuat gaplek lalu digiling halus.
Keunggulan tepung sukun adalah daya simpannya lebih lama, bernilai ekonomis lebih tinggi, mudah penggunaannya dengan bahan pangan lainnya.
Kandungan Gizi Sukun per 100 g | |||
Zat Gizi | Sukun Muda | Sukun Tua | Tepung Sukun |
Karbohidrat (g) | 9,2 | 28,2 | 78,9 |
Lemak (g) | 0,7 | 0,3 | 0,8 |
Protein (g) | 2,0 | 1,3 | 3,6 |
Vitamin B1 (mg) | 0,12 | 0,12 | 0,34 |
Vitamin B2 (mg) | 0,06 | 0,05 | 0,17 |
Vitamin C (mg) | 21,00 | 17 | 47,6 |
Kalsium (mg) | 59 | 21 | 58,8 |
Fosfor (mg) | 46 | 59 | 165,2 |
Zat besi (mg) | - | 0,4 | 1,1 |
Penelitian lebih lanjut oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah dilakukan dan menghasilkan beberapa kesimpulan, diantaranya adalah bahwa seluruh bagian tanaman sukun mengandung senyawa flavonoid. Sejumlah turunan flavon telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari bagian akar dan ranting tumbuhan tersebut sebelumnya. "Tanaman itu mempunyai flavonoid yang khas," ujarnya.
Oleh sebagian masyarakat Indonesia bahkan di taiwan, China dan Rusia secara tradisional menggunakan daun sukun untuk pengobatan penyakit hati, inflamasi, jantung, ginjal, sakit gigi, dan gatal-gatal.
Berangkat dari pengalaman empiris masyarakat tersebut, Tjandrawati tertarik meneliti lebih dalam mengenai potensi daun sukun. Melalui penelitian panjang sejak tahun 2004, tanaman sukun berhasil dibuktikan khasiatnya. Dalam penelitian itu, daun sukun dibuat menjadi ekstrak. Komponen hasil ekstraksi dengan etanol, yakni tiga senyawa flavonoid dan Beta-sitoserol tersebut yang kemudian diteliti khasiatnya.
Studi khasiat terhadap daun sukun meliputi agregasi platelet (penggumpalan trombosit), viskositas darah (kekentalan darah) dan iskemia akut (kurangnya aliran darah pada jantung).
Studi itu juga mencakup atherosclerosis (penebalan dinding pembuluh darah akibat penumpukan lemak) yang mencakup akumulasi lipid (lemak) pada aorta, dan kolesterol darah.
Uji khasiat secara in vitro (dalam lingkungan buatan) maupun in vivo (dalam tubuh hidup) terhadap ekstrak tanaman tersebut menunjukkan hasil sangat baik.
Studi in vivo, misalnya, menyimpulkan bahwa ekstrak etil asetat yang mengandung flavonoid dan Beta-sitoserol dengan perbandingan 100 mg/kg dan 20 mg/kg dapat menghambat agresi platelet, mengurangi viskositas darah, dan melindungi jantung dari iskemia yang akut.
Selanjutnya, uji khasiat ekstrak etil asetat terhadap kadar kolesterol darah dan akumulasi lemak pada dinding pembuluh darah aorta pada tikus galur Wistar menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dosis 150 mg/ kg berat badan mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah secara signifikan.
Sukun juga mampu menghambat akumulasi lemak pada dinding pembuluh darah aorta. "Tidak terjadi penimbunan lemak," ujar peneliti LIPI.
Daya racun
Dalam penelitian itu diuji pula daya racun dari ekstrak daun sukun tersebut. Kabar baiknya, uji toksisitas subkronis yang dilakukan selama 90 hari pada tikus putih galur Sprague Dawley menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak etil asetat daun sukun dengan dosis bervariasi, yakni dosis uji 83,33 mg/kg berat badan per hari, 166,65 mg/kg berat badan per hari, dan 333,35 mg/kg berat badan per hari tidak memengaruhi fungsi jantung, ginjal, hati ataupun profil darah.
Uji toksisitas akut pada mencit ICR jantan dan betina menggunakan dosis tinggi total flavonoid 4,5 g/kg berat badan dan Beta-sitoserol 2,5 g/kg berat badan tidak menunjukkan penurunan berat badan, bahkan berat badan cenderung naik. Observasi terhadap perilaku hewan uji selama eksperimen seperti bagaimana hewan uji berjalan, makan, minum dan kecerahan mata dan bulu juga tidak menunjukkan tanda-tanda keracunan.
Peneliti LIPI mengatakan, dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis tinggi total flavonoid dan Beta-sitoserol pada mencit ICR tidak menunjukkan efek toksik pada hewan uji.
Kini, LIPI aktif meneliti sejumlah tanaman yang dipandang berkhasiat. Jika ingin dikembangkan menjadi fitofarmaka, masih dibutuhkan uji klinis. Ekstrak flavonoid dan Beta-sitoserol dari daun sukun itu sendiri kini telah dipatenkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar